BELAJAR KEMANDIRIAN
Adrian adalah anak manja dari keluarga yang kaya, ia tidak pernah mengerjakan sesuatu dengan sendiri. Kehidupannya selalu mewah, ia berpikir semuanya itu harus mewah untuk dirinya. Adrian memiliki sahabat bernama Gion yang merupakan seorang santri.
Suatu hari, Adrian dipindahkan ke pesantren oleh ibunya agar dia belajar cara mandiri, Adrian tidak senang dengan ide itu, jadi ia mendatangi Gion untuk bercerita saat Gion sedang liburan. “Gion, aku sama ibuku dipindah ke pesantren tempatmu, katanya biar aku belajar mandiri. Kenapa sih, kan bisa suruh pembantu aja.” Adrian menggerutu, “Mungkin karena itulah ibumu memindahkan mu ke pesantren agar kamu bisa mandiri, kamu terlalu bergantung orang lain, tidak apa-apa nanti aku bisa bantu kamu” Respon Gion. “Baiklah...” Jawab Adrian sedikit terpaksa.
Tibalah hari dimana Adrian pindah ke pesantren. Ia disambut hangat oleh para ustadz ustadzah. Walaupun begitu ia tidak ingin masuk ke dalam, untungnya ada Gion yang mengajaknya masuk. Gion tersenyum dan mengulurkan tangannya. Adrian masih terlihat enggan, tapi ia akhirnya mengikuti Gion menuju kamar aslinya di pesantren. Saat berjalan, Adrian memandang sekitar dengan skeptis. Bangunan pesantren yang sederhana dan halaman yang luas membuat ia merasa tidak nyaman. “Serius, aku harus tinggal disini...” gumam Adrian, sambil memandang sekitar dengan tidak yakin. Gion hanya tersenyum mendengarnya. Setibanya di kamar, Adrian melihat betapa sederhananya tempat itu. Gion membantu Adrian membereskan barang-barangnya. Adrian masih merasa tidak nyaman bahwa dia harus tinggal di tempat seperti ini. Tapi, ia tidak punya pilihan lain selain mencoba membuat yang terbaik dari situasi ini.
Setelah membereskan barang-barang. Adrian merasa lebih baik dengan adanya Gion di sampingnya. “Pesantren ini tidak seburuk yang kamu kira kok.” Gion berkata. Adrian tidak merespon, Ia berpikir, mungkin, ia bisa belajar banyak hal dan menjadi lebih baik disini. “Aku tahu kamu bisa. Kamu hanya perlu waktu untuk menyesuaikan diri.” Gion berkata sambil tersenyum. Adrian hanya mengangguk, tahu bahwa banyak hal yang harus ia pelajari, tapi dengan bantuan Gion, ia mulai yakin bisa melewati ini.
Sore harinya, saat waktunya sholat maghrib, Adrian, Gion, dan para santi melaksanakan ibadah sholat maghrib berjamaah. Sesudah itu mereka mengaji sambil menunggu waktu sholat isya’ di bimbing oleh pak ustadz. Lalu berkumandanglah adzan isya’, mereka melaksanakan sholat isya’ sebelum kembali ke kamar masing-masing untuk tidur.
Keesokan paginya Adrian dan Gion terbangun jam 2 pagi untuk melaksanakan sholat tahajjud, Adrian bingung bagaimana caranya, karena ia selalu terbangun jam 4 pagi, lalu Adrian meminta bimbingan Gion cara melaksanakan sholat tahajjud. Mereka lanjut mengaji sembari menunggu waktu sholat shubuh.
Setelah mereka melaksanakan sholat shubuh, Adrian melihat Gion membawa deterjen dan baju-baju miliknya. “Adrian, aku mau mencuci baju dulu ya, kamu ingin ikut mencuci baju atau tidak?” Tanya Gion kepada Adrian. “Kenapa bukan orang lain atau pembantu saja?” Gion menggelengkan kepala. “Kita harus mandiri, ingat?” Adrian menghela nafas. “Baiklah, aku ikut denganmu.” Mereka berdua menuju kamar mandi, Adrian mengkerutkan kening saat melihat keadaan kamar mandinya karena terbiasa dengan kamar mandi besar dan mewah, sedangkan yang dia lihat adalah kamar mandi yang kecil dan sederhana, Adrian terlihat kesusahan, Gion yang sudah selesai mencuci bajunya melihat Adrian dan segera mengajari serta membantunya. Mereka pergi mandi sesudah mencuci baju.
Waktunya sarapan, semua santri, santriwati dipanggil menuju ruang makan yang luas. Menunya adalah ikan kuah kuning, telur, dan nasi. Adrian terlihat ragu untuk mencicipinya... Tapi Adrian sudah lapar sekali. “Cobalah! Makanannya sangat enak lho” Seru Gion. Akhirnya Adrian mau mencicipinya, matanya sedikit melebar saat ia merasakan rempah-rempah gurih dan sensasi daging ikan yang lembut di mulutnya... Gion tersenyum melihat Adrian akhirnya memakan makanannya dengan lahap.
Hari-hari berlalu. Kini Adrian sudah mulai terbiasa dengan kehidupan mandiri dan sederhana. Ia juga mulai bersikap lebih sopan dan dewasa. Ia belajar banyak dari Gion dan ustadz ustadzah. Ia juga memiliki banyak teman baru. “Terima kasih ya, Gion. Aku sangat bersyukur memiliki sahabat baik seperti mu, aku belajar banyak darimu.” Gion tersenyum, ia melingkarkan lengannya di bahu Adrian. “Sama-sama Adrian... Aku bahagia melihatmu berubah menjadi lebih baik.”
Karya: Bening Aveandra (7 ICP)
Berikan Komentar